BAB I
PENDAHULUAN
Dalam dunia konseling banyak sekali
hal yang menjadi perhatian. Tak hanya berkaitan dengan bagaimana melakukan treatment pada klien, kemudian kemampuan (skill) konselor tapi juga bagaimana sikap dan perilaku konselor
dalam proses konseling. Konseling merupakan proses bantuan yang bersifat profesional. Setiap pekerjaan yang
sifatnya profesional tentu memiliki seperangkat aturan atau pedoman yang
mengatur arah dan gerak dari pekerjaan profesi tersebut. Hal ini sering disebut
etika. Konselor sebagai salah satu komponen pelaksana dari pekerjaan konseling
juga terikat dengan etika. Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya. Aturan
tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia,
kelompok, atau budaya tertentu.
Pada
hakikatnya etika akan menjadi pengendali (control)
dalam tindakan manusia. Sama halnya dengan konseling, etika akan menjadi sebuah
prinsip yang arus dipegang oleh konselor. Adapun kaidah-kaidah yang berkaitan
dengan sikap profesional dalam konseling, yaitu :
1.
Setiap orang
memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai manusia dan mendapatkan
layanan konseling tanpa melihat suku bangsa, agama, atau budaya.
2.
Setiap orang
atau individu memiliki hak untuk mengembangkan dan mengarahkan diri.
3.
Setiap orang
memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang
diambilnya.
4.
Setiap
konselor membantu perkembangan setiap konseli, melalui layanan bimbingan dan
konseling secara profesional.
Seorang
konselor juga harus menyadari bahwa ia hidup di tengah masyarakat dan tak hanya
berinteraksi dengan klien namun masyarakat secara luas. Di manapun ia berada
etika dan sikap profesional sebagai seorang konselor perlu dikembangkan pada
ranah yang lebih luas yakni keluarga, masyarakat dan bangsa. Seorang konselor
menjadi teladan atau uswatun khasanah
bagi orang disekitarnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Etika Profesional dalam Konseling
Kode etik profesi menjadi salah satu aspek standarisasi
profesi BK sebagai kesepakatan profesional mengenai rujukan etika perilaku.
Pekerjaan bimbingan dan konseling tidak bisa lepas dari nilai-nilai yang berlaku. Sehingga proses konseling dapat berlangsung dengan arah yang
jelas dan berdasarkan
keputusan yang berlandaskan pada nilai keprofesionalannya. Konselor sebaiknya berfikir dan bertindak atas dasar
nilai, etika pribadi dan profesional, serta prosedur yang legal. Dalam hubungan
inilah konselor harus memahami dasar-dasar kode etik bimbingan dan konseling. Etika konseling berarti suatu
aturan yang harus dilakukan oleh seorang konselor dan hak-hak klien yang harus
dilindungi oleh seorang konselor. Ada
empat etika dalam konseling yang
penting:[1]
1. Professional Responsibility: Selama proses konseling berlangsung, seorang
konselor harus bertanggung jawab terhadap kliennya dan dirinya sendiri. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Responding fully, artinya konselor harus bertanggung
jawab untuk memberi perhatian penuh terhadap klien selama proses konseling.
b. Terminating appropriately. Konselor harus bisa melakukan terminasi
(menghentikan proses konseling) secara tepat.
c. Evaluating the relationship. Relasi antara konselor dan klien
haruslah relasi yang terapeutik namun tidak menghilangkan yang personal.
d. Counselor’s responsibility to
themselves. Konselor harus dapat membangun kehidupannya sendiri secara
sehat sehingga ia sehat secara spiritual, emosional dan fisikal.
2. Confidentiality yaitu konselor harus bisa menjaga kerahasiaan klien.
3. Conveying
Relevant Information to The Person In Counseling yaitu maksudnya klien berhak mendapatkan informasi mengenai konseling
yang akan mereka jalani. Informasi tersebut adalah:
a. Counselor qualifications: konselor harus memberikan informasi
tentang kualifikasi atau keahlian yang ia miliki.
b. Counseling consequences : konselor harus memberikan informasi
tentang hasil yang dicapai dalam konseling dan efek samping dari konseling.
c. Time involved in counseling: konselor harus memberikan informasi
kepada klien berapa lama proses konseling yang akan dijalani oleh klien.
Konselor harus bisa memprediksikan setiap kasus membutuhkan berapa kali
pertemuan. Misalnya konselor dan klien bertemu seminggu sekali selama 15
kali, kemudian sebulan sekali, dan setahun sekali.
d. Alternative to counseling: konselor harus memberikan informasi
kepada klien bahwa konseling bukanlah satu-satunya jalan untuk sembuh, ada
faktor lain yang berperan dalam penyembuhan, misalnya: motivasi klien, natur
dari problem, dll.
4. The Counselor
Influence. Konselor
mempunyai pengaruh yang besar dalam relasi konseling, sehingga ada
beberapa hal yang perlu konselor waspadai yang akan mempengaruhi proses
konseling dan mengurangi efektifitas konseling. Hal-hal tersebut adalah:
a. The counselor needs : kebutuhan-kebutuhan pribadi
seorang konselor perlu dikenali dan diwaspadai supaya tidak mengganggu
efektifitas konseling.
b. Authority: pengalaman konselor dengan figur
otoritas juga perlu diwaspadai karena akan mempengaruhi proses konseling jika
kliennya juga figur otoritas.
c. Sexuality: konselor yang mempunyai masalah
seksualitas yang belum terselesaikan akan mempengaruhi pemilihan klien,
terjadinya bias dalam konseling, dan resistance atau negative
transference.
d. The counselor `s moral and religius
values:
nilai moral dan religius yang dimiliki konselor akan mempengaruhi persepsi
konselor terhadap klien yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ia pegang.
B.
Pengembangan Sikap Profesional dalam Konseling
1.
Persyaratan
Sebagai Konselor
Menurut
Prof. Sofyan S. Willis (2009:79-85), kualitas konselor adalah semua kriteria
keunggulan, termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan
nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses
konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil (efektif).[2]
Salah satu kualitas yang jarang
dibicarakan adalah kualitas pribadi konselor. Kualitas pribadi konselor adalah
kriteria yang menyangkut segala aspek kepribadian yang amat penting dan
menentukan keefektifan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan
yang ia peroleh.
Kualitas
pribadi konselor merupakan faktor yang sangat penting dalam konseling sebagai pengembangan sikap yang dimiliki. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas pribadi konselor menjadi faktor penentu bagi pencapaian
konseling yang efektif, di samping faktor pengetahuan tentang
dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik atau konseling.
Cavanagh (1982) mengemukakan bahwa
kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai
berikut[3]:
a.
Pemahaman
diri (Self-knowledge)
Self-knowledge ini berarti bahwa konselor memahami
dirinya dengan baik, dia memahami secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa
dia melakukan hal itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan. Konselor yang memiliki tingkat
self-knowledge yang baik akan menunjukkan sifat-sifat berikut.
1)
Konselor
menyadari dengan baik tentang kebutuhan dirinya. Seperti : (a) kebutuhan untuk
sukses; (b) kebutuhan merasa penting, dihargai, superior, dan kuat.
2)
Konselor
menyadari dengan baik tentang perasaan-perasaannya. Seperti: rasa marah, takut,
bersalah, dan cinta.
3)
Konselor
menyadari tentang apa yang membuat dirinya cemas dalam konseling, dan apa yang menyebabkan dirinya
melakukan pertahanan diri dalam rangka mereduksi kecemasan tersebut.
4)
Konselor
memahami atau mengakui kelebihan (kekuatan) atau kelemahan (kekurangan)
dirinya.
b.
Kompeten
(Competent)
Yang dimaksud kompeten disini adalah
bahwa konselor itu
memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai
pribadi yang berguna.
c.
Kesehatan
Psikologis
Konselor dituntut memiliki kesehatan
psikologis yang lebih baik dari kliennya. Hal ini penting karena kesehatan
psikologis (psychological health) konselor akan mendasari pemahamannya
terhadap perilaku dan keterampilannya. Ketika konselor memahami bahwa kesehatan
psikologisnya baik dan dikembangkan melalui konseling, maka dia membangun
proses konseling tersebut secara lebih positif. Apabila konselor tidak
mendasarkan konseling tersebut kepada pengembangan kesehatan psikologis, maka
dia akan mengalami kebingungan dalam menetapkan arah konseling yang
ditempuhnya.
d.
Dapat
Dipercaya (Trustworthiness)
Kualitas ini bahwa konselor itu
tidak menjadi ancaman atau penyebab kecemasan bagi klien. Kualitas konselor
yang dapat dipercaya sangat penting dalam konseling, karena beberapa alasan
sebagai berikut.
1) Esensi
tujuan konseling adalah mendorong klien untuk mengemukakan masalah dirinya yang
paling dalam.
2) Klien
dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi konselor. Artinya klien
percaya bahwa konselor mempunyai motivasi untuk membantunya.
3) Apabila
klien mendapat penerimaan dan kepercayaan dari konselor, maka akan berkembang
dalam dirinya sikap percaya terhadap dirinya sendiri.
e.
Jujur
(honesty)
Yang dimaksud jujur disini adalah
bahwa konselor itu
bersikap transparan (terbuka), autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini penting dalam konseling, karena
alasan-alasan berikut :
1)
Sikap keterbukaan memungkinkan
konselor dan klien untuk menjalin hubungan psikologis yang lebih dekat satu
sama lainnya di dalma proses konseling. Kedekatan hubungan psikologis sangat
penting dalam konseling, sebab dapat menimbulkan hubungan yang langsung dan
terbuka antara konselor dengan klien.
2)
Kejujuran memungkinkan konselor
dapat memberikan umpan balik secara objektif kepada klien.
f.
Kekuatan
(Strength)
Kekuatan atau kemampuan konselor
sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu klien akan merasa aman.
Klien memandang konselor sebagai orang yang (a) tabah dalam menghadapi masalah, (b)
dapat mendorong klien untuk mengatasi masalahnya dan, (c) dapat menanggulangi
kebutuhan dan masalah pribadi.
g.
Bersikap
Hangat
Yang dimaksud bersikap hangat itu adalah :
ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang. Klien yang datang
meminta bantuan konselor, pada umumnya yang kurang mengalami kehangatan dalam
hidupnya, sehingga dia kehilangan kemampuan untuk bersikap ramah, memberikan
perhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling, klien ingin mendapat rasa
hangat tersebutdan melakukan sharing
dengan konselor.
h.
Merespon secara aktif
(Actives Responsiveness )
Keterlibatan
konselor dalam proses konseling bersifat dinamis, tidak pasif. Melalui respon yang aktif, konselor
dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap kebutuhan klien. Disini,
konselor mengajukan pertanyaan yang tepat, memberikan umpan balik yang
bermanfaat, memberikan informasi yang berguna, mengemukakan gagasan-gagasan
baru, berdiskusi dengan klien tentang cara mengambil keputusan yang tepat, dan
membagi tanggung jawab dengan klien dalam proses konseling.
i.
Sabar
(Patience)
Melalui
kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk
mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri
klien dari pada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung menampilkan kualitas
sikap dan perilaku yang tidak tergesa-gesa.
j.
Kepekaan
(Sensitivity)
Kualitas ini berarti bahwa konselor menyadari tentang
adanya dinamika psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung,
baik dari pada klien maupun dirinya sendiri. Klien yang datang untuk
meminta bantuan konselor pada umumnya tidak menyadari masalah yang sebenarnya
mereka hadapi. Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah. Pada
diri mereka hanya nampak gejala-gelajanya (pseudo
masalah), sementara yang sebenarnya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya.
Konselor yang sensitif akan mampu mengungkap atau menganalisis apa
masalah yang sebenarnya yang dihadapi klien.
k.
Kesadaran
Holistik (Holistic Awareness)
Pendekatan holistik dalam konseling
berarti bahwa konselor
memahami klien secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun bukan berarti bahwa konselor
sebagai seorang ahli dalam segala hal, di sini menunjukkan bahwa konselor perlu
memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien dan memahami
bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lainnya.
Dimensi-dimensi itu meliputi: fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan
moral spiritual.
2.
Kepribadian Konselor Islami
Sebagai pedoman bagaimana kepribadian konselor islami
dalam proses konseling, akan dijelaskan berikut.[4]
a. Seorang
konselor harus bisa menjadi cermin bagi klien
tFirman Allah SWT.,
Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [QS. Al-Ahzab (33): 21]
Dalam hal
ini, konselor sebagai pembimbing harus merupakan teladan bagi klien. Tidak
hanya dalam setting konseling, namun
konselor dituntut memiliki kepribadian yang baik di luar setting konseling. Konselor harus memberikan teladan di manapun dan kapanpun berada.
Rasulullah SAW. tidak hanya dikenal sebagai orang baik ketika sedang mengaji
saja, melainkan dikenal sebagai orang baik pula di luar konteks mengaji.
Kepribadian Rasulullah bukanlah didasarkan pada setting tertentu, kepribadian beliau relatif tetap dan permanen.
Rasulullah adalah contoh perilaku yang patut diteladani dalam setiap hal.
b. Kemampuan
bersimpati dan berempati yang melampaui dimensi duniawi
Firman Allah SWT.
Artinya: “Sungguh Telah
datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”[QS. At-Taubah
(9): 128]
Seorang
konselor islami tentu berbeda dengan konselor pada umumnya. Perbedaan tersebut
terletak pada sisi spirit dan motivasi memberikan bantuan lebih berdimensi
ukhrawi. Konselor umum perlu
mengembangkan rasa iba, dan kasih sayang dalam bingkai profesi, namun konselor
islami perlu mengembangkan semangat belas kasih yang berdimensi ukhrawi sebagai
bukti iman karena berhasil mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya
sendiri (apabila klien sesama muslim) dan sebagai bukti iman karena berhasil
mencintai manusia secara umum sebagai wujud rahmatan
lil’alamin (apabila klien berbeda keyakinan).
c.
Menjadikan konseling sebagai keinginan untuk bertaubat
Firman Allah SWT.
Artinya: “Dan kami tidak
mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah.
Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu
memohon ampun kepada Allah, dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka,
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”[ QS. An-Nisa’(4): 64]
Ketika
klien datang kepada konselor dan mengatakan bahwa dirinya ingin bertaubat atas
dosa-dosa yang telah dilakukan, selain memberi solusi untuk bertanggung jawab
dengan kesalahan tersebut, konselor juga mendoakan klien agar taubatnya
diterima oleh Allah SWT.
d.
Sikap menerima penghormatan: sopan santun , menghargai eksistensi
Firman Allah SWT.
Artinya: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu
penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya
Allah memperhitungankan segala sesuatu.” [QS. An-Nisaa’(4): 86]
Konselor akan berhadapan dengan kenyataan bahwa klien
cenderung bergantung, hormat, dan kagum kepada konselor. Dalam kondisi tersebut
konselor harus memberikan respon yang baik serta menyadari bahwa hubungan
konselor dan klien adalah hubungan manusia. Hubungan tersebut dapat
ditingkatkan menjadi hubungan silaturahmi, tidak hanya sekedar setting dalam konseling, terutama
silaturahmi pasca konseling.
e. Keberhasilan
konseling adalah sesuatu yang sedang dikehendaki
Firman Allah
SWT.
!$¨B y7t/$|¹r& ô`ÏB 7puZ|¡ym z`ÏJsù «!$# ( !$tBur y7t/$|¹r& `ÏB 7py¥Íhy `ÏJsù y7Å¡øÿ¯R 4 y7»oYù=yör&ur Ĩ$¨Z=Ï9 Zwqßu 4 4s"x.ur «!$$Î/ #YÍky ÇÐÒÈ
Artinya: “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah,
dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. kami
mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi
saksi.” [QS. An-Nisa’(4): 79]
Setiap konselor menghendaki kesuksesan dan
keberhasilan konseling. Namun sebagai konselor islami dapat menyikapinya dengan
keyakinan bahwa keberhasilan konseling adalah sesuatu yang belum pasti (sedang
diharapkan). Dengan demikian konselor akan tetap bekerja keras. Aapbila
berhasil membantu, konselor tidak merasa dirinya yang berhasil melainkan
diyakini sebagai kebaikan Allah pada jerih payah konselor dan kemauan kuat dari
klien utnuk keluar dari masalahnya.
Namun jika konseling belum berhasil, maka akan kembali
pada kelemahan konselor atau ketidakberdayaan klien untuk keluar dari
masalahnya. Bagi konselor kegagalan akan semakin meningkatkan kesungguhan
dengan prestasi kerja dan pengetahuan.
f. Motivasi
konselor: konseling adalah suatu bentuk ibadah
Firman Allah
SWT.
“Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”[QS. An-Nahl (16):90]
Konselor islami
hendaknya memulai segala perbuatan adalah bagian dari kebajikan hidup, bagian
dari ibadah. Konseling adalah upaya tausiah menghilangkan penderitaan adalah
suatu upaya pembebasan manusia dari kekufuran, memperbaiki sifat-sifat negatif
klien adalah upaya menjadikan klien manusia yang kembali fitrah.
g.
Konselor harus menjaga menepati moralitas Islam, kode etik, sumpah
jabatan dan janji
Firman Allah SWT.
Artinya: “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu
berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah
meneguhkannya, sedang kamu Telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap
sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” [QS. An-Nahl (16):91]
Sebagai
konselor professional yang terikat pada kode etik harus berpegang teguh pada
kode etik tersebut. Konselor islami pun harus berpegang pada moralitas Islam,
sebagai seorang muslim yang hakikatnya bersumpah kepada Allah SWT sebagai
manusia terbaik dan harus menjadi yang terbaik. Konselor harus memegang teguh
janji yang dibuat bersama klien. memiliki komitmen yang kuat untuk membantu
masyarakat luas demi kesejahteraan manusia di suni maupun di akhirat.
h.
Memiliki pikiran yang positif (positifis-moralis)
Firman Allah SWT.
¢OèO tb%x. z`ÏB tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#öq|¹#uqs?ur Îö9¢Á9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÏpuHxqöuKø9$$Î/ ÇÊÐÈ y7Í´¯»s9'ré& Ü=»ptõ¾r& ÏpuZyJøpRùQ$# ÇÊÑÈ
Artinya: “Dan
dia (Tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk
bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka (orang-orang yang
beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan” [QS. Al-Balad (90):
17-18]
ÎóÇyèø9$#ur ÇÊÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 Aô£äz ÇËÈ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur Îö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ
Artinya: “Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”[QS. Al-Ashr
(103):1-3]
$¨Br'sù ô`tB 4sÜôãr& 4s+¨?$#ur ÇÎÈ s-£|¹ur 4Óo_ó¡çtø:$$Î/ ÇÏÈ ¼çnçÅc£uãY|¡sù 3uô£ãù=Ï9 ÇÐÈ
Artinya: “Adapun
orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan
adanya pahala yang terbaik (syurga), maka kami kelak akan menyiapkan baginya
jalan yang mudah.”[QS. Al-Lail (92): 5-7]
¨bÎ*sù yìtB Îô£ãèø9$# #·ô£ç ÇÎÈ ¨bÎ) yìtB Îô£ãèø9$# #Zô£ç ÇÏÈ
Artinya: “Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan.” [QS. Al-Insyiroh (94):5-6]
Dari beberapa
ayat yang telah paparkan, kenyataan menunjukkan bahwa penyelesaian setiap kasus
klinis adalah mengubah kesulitan menjadi kemudahan, perubahan tersebut bagi seorang
konselor muslim harus dalam rangka ibadah dan kemanusiaan. Sehingga konselor
harus optimis bahwa segala kesulitan akan diberi jalan keluar oleh Allah SWT. Konselor
islami memiliki komitmen terhadap Islam, tentunya akan membangun dan
mengembangkan kepribadian sesuai dengan citra Islami. Konselor islami tidak
harus menghindari memberikan bantuan kepada klien hanya karena perbedaan agama,
suku, ataupun pengelompokan lainnya. Konselor islami adalah kepribadian yang
inherent dalam diri konselor. Karena Islam adalah rahmatan lil ‘alamin maka
kecemasan akan munculnya pengkotak-kotakan antara konselor islami dan bukan
islami oleh sebagian pihak adalah salah sasaran.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Etika
Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi
rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya
memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli. Etika konseling berarti suatu aturan
yang harus dilakukan oleh seorang konselor dan hak-hak klien yang harus
dilindungi oleh seorang konselor. Ada empat etika dalam
konseling yang
penting:
1. Professional Responsibility
2. Confidentiality yaitu konselor harus bisa menjaga kerahasiaan klien.
3.
Conveying Relevant
Information to The Person In Counseling
4. The Counselor Influence. Konselor mempunyai pengaruh yang
besar dalam relasi konseling
Kualitas konselor adalah semua
kriteria keunggulan, termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan
nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses
konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil (efektif).
Kualitas pribadi konselor merupakan
faktor yang sangat penting dalam konseling sebagai pengembangan sikap yang
dimiliki.
Hal tersebut ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut : (a)
Pemahaman diri; (b) kompeten; (c) memiliki kesehatan psikologis yang baik; (d)
dapat dipercaya; (e) jujur; (f) kuat; (g) hangat; (h) responsif; (i) sabar; (j)
sensitif; dan (k) memiliki kesadaran yang holistik.
DAFTAR PUSTAKA
Anas Salahudi.Bimbingan dan Konseling.Bandung : Pustaka Setia. 2010.
Samsul Munir Amin. Bimbingan
dan Konseling Islam.Jakarta: Amzah. 2010
Syamsu Yusuf, dkk. Landasan Bimbingan
& Konseling.Bandung:Remaja
Rosdakarya.2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar